Jejak Turki di Aceh

Makam Tgk Chik Dibitay, Banda Aceh.

oleh : Teuku Farhan

Aib bagi kami kalau mengunjungi Indonesia tapi tidak mampir di Aceh. Aceh dan Turki memiliki hubungan sejarah yang panjang”

(Fikri Isik, Wakil Perdana Menteri Turki)

Jumat (13/10/2017) merupakan hari bersejarah bagi rakyat Aceh karena dikunjungi tamu spesial dari Turki. Fikri Isik, Wakil Perdana Menteri Turki. 

Dalam kunjungan singkatnya  ke Kota Banda Aceh, Fikri menyampaikan pesan yang mendalam. “Aib bagi kami kalau mengunjungi Indonesia tapi tidak mampir ke Aceh. Aceh dan Turki memiliki hubungan sejarah yang panjang. Kita memiliki hubungan sejarah yang sangat panjang, kita telah mengenal satu sama lain selama berabad-abad. Saya juga membawa salam dari seluruh rakyat Turki dan Presiden Erdogan. Kepedulian yang diperlihatkan oleh kakek kami kepada kalian (Aceh) insyaallah mulai sekarang, kami akan meniru apa yang telah dilakukan kakek moyang kami kepada Aceh,” ucap Wakil PM Turki, Fikri Isik, berpidato didampingi Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, usai salat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman yang disambut dengan takbir dan haru oleh jemaah.

Kesultanan Aceh Darussalam telah berdiri sejak 1205, didirikan oleh Johan Syah bersama Syeikh Abdullah Kan’an, pimpinan Dayah Cot Kala di Peureulak. Dalam banyak literatur disebutkan abad ke-16 merupakan awal hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Kesultanan (Turki) Utsmani (Ottoman).

Hubungan ini ditandai dengan bukti sejarah berupa surat Sultan Aceh Alauddin Al-Kahhar kepada Sultan Sulayman Al-Kanuni pada tahun 1566, surat Sultan Selim II kepada Sultan ‘Ala Al-Din Al Kahhar pada tahun 1567, surat Sultan Ibrahim Mansur Syah kepada Sultan Abdulmajid pada tahun 1858, sampai yang terakhir, surat Sultan 'Alauddin Muhammad Daud Syah kepada Sultan Abdul Hamid II pada tahun 1897.

Saat ini, tidak mudah untuk menulis catatan hubungan Aceh dengan Ottoman dikarenakan minimnya bukti fisik yang bisa dilihat langsung oleh generasi sekarang.

Tidak seperti di Istanbul, Turki, dengan mudah kita dapat melihat langsung bukti fisik sejarah Kesultanan Utsmani. 

Di antara bukti fisik yang masih ada di Aceh terkait hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Ottoman adalah manuskrip dan nisan kuno.Bukti-bukti fisik sejarah kegemilangan Kesultanan Aceh Darussalam juga banyak dimusnahkan dan “dicuri” oleh penjajah Belanda. 

Sebagian lain yang tersisa saat ini seperti nisan dan manuskrip kuno, belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Aceh untuk dipelihara, sebagian lainnya telah dirampas oleh penjajah Belanda dan sampai sekarang masih tersimpan di negeri Belanda seperti emas, manuskrip, meriam, berbagai jenis senjata, dan perhiasan lainnya.

Walaupun demikian, nama Turki atau Kesultanan Ottoman sangat akrab di telinga orang-orang Aceh yang mengenal sejarah Aceh masa silam. Turki ibarat saudara kandung Aceh, dikarenakan kedua bangsa ini telah menjalin hubungan yang saling menguatkan atas nama persaudaraan sesama muslim dan membela Islam.

1316-1389 : Makam Ulama Turki, Ahmad Qasthuri

Hubungan Aceh dan Ottoman secara tidak langsung berawal pada abad ke-12, diduga melalui ulama asal Turki Utsmani yang datang menyebarkan Islam di kawasan Asia Tenggara dan tinggal di Aceh. Di antara bukti fisik yang tampak adalah makam yang diberi nama H. Ahmad Qasthuri yang hidup pada tahun 1316-1389.

Makam ini terletak di bawah pohon besar, persis di belakang gedung AAC Dayan Dawood, Kompleks Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Menurut kesaksian salah seorang alumni Universitas Syiah Kuala, saat pembangunan gedung, pohon besar dan makam ini ingin diratakan untuk pembangunan gedung, namun tidak berhasil sehingga makam itu dipugar.

Makam ini sangat layak dijadikan sebagai objek penelitian karena dari tahun dimakamkan 1389, artinya Ahmad Qashturi sudah berada di Aceh sebelum masa penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al Fatih pada 1453. Jika benar, maka hubungan tidak resmi antara Kesultanan Aceh Darussalam dan Turki Utsmani sudah terjalin sebelum penaklukkan Konstantinopel (sekarang Istanbul).

Abad 16 : Makam Ulama dan Panglima Turki Utsmani, Tgk Chik Di Bitay

Jejak Turki Utsmani di Aceh juga bisa kita temui di kawasan Emperum, Gampong Bitay atau juga dikenal dengan Gampong Turki di Kecamatan Jaya Baru.

Dikarenakan di sini dimakamkan seorang ulama sekaligus panglima perang asal Palestina bernama Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi dan lebih dikenal dengan Tgk Chik Di Bitay, yang dikirim oleh Sultan Selim bersama pasukan elite Turki untuk membantu Aceh. Teungku Di Bitay (Muthalib Ghazi bin Musthafa Ghazi) dikirim ke Aceh pada masa berkuasanya Sultan Selim II (1566-1574 M).

Kawasan Gampong Bitay ini juga dikenal dengan nama Ma’had Askeri Bayt Al-Maqdis yang merupakan pusat pendidikan militer para sultan dan pasukan Aceh yang dilatih oleh Tgk Chik Di Bitay.

Laksamana wanita pertama dunia, Malahayati dan Sultan Iskandar Muda kabarnya pernah menjadi alumni Ma’had Askeri Baital Maqdis ini. 

Di kawasan makam Tgk Chik Di Bitay, sampai sekarang kita masih dapat menjumpai keturunannya yang menjadi penjaga dan merawat kebersihan makam dengan biaya pribadi dan sumbangan seadanya dari pengunjung makam.

Abad ke-17 : Makam Ulama Ottoman, Baba Daud, Pengarang Kitab Matsailal Muhtady

Selain Tgk Chik Dibitay, ada ulama asal Turki yang sangat akrab di telinga masyarakat Aceh karena mengarang kitab Matsailal Muhtady. Kitab ini sampai sekarang menjadi rujukan kitab dasar pengetahuan Islam di pesantren-pesantren Aceh.

Nama beliau adalah Baba Daud bin Ismail bin Agha Mustafa bin Agha Ali ar-Rumi. Baba Daud hidup antara pertengahan kedua abad ke-17 dan dekade pertama abad ke-18.

Kitab karangan Muhammad Daud Rumi atau dikenal dengan sebutan Baba Daud. Kita dapat berziarah ke makam beliau di Gampong Mulia, Kota Banda Aceh, sebuah wilayah perkampungan yang bersebelahan dengan kampung nelayan dan pesisir Aceh, Lampulo.

Baba Daud juga merupakan murid langsung ulama besar Aceh, Syeikh Abdurrauf as-Singkili yang hidup antara tahun 1615-1693.

Hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dan Ottoman bukan hubungan biasa, tapi hubungan saudara seiman penguasa Timur (Asia Tenggara) dan Barat (Eropa).


Bahan Bacaan:
  1. Aceh-Ottoman Relation in Bustan al-Salatin ; Ermy Azziaty Rozali; December  2014
  2. Relasi Kerajaan Aceh Darussalam dan Kerajaan Utsmani; Baiquni Hasbi; 2014
  3. Tahun-Tahun Kepedihan : Surat Pengaduan Sultan 'Alauddin Muhammad Daud Syah Kepada Khalifah Turki Usmani ; www.mapesaaceh.com
  4. Ulama Turki di Aceh: Baba Daud ; Mehmet Ozay;  www.guneydoguasyacalismalari.com ; 2012
  5. Web pribadi Tarmizi A Hamid, Kolektor Manuskrip Aceh - www.tarmiziahamid.com


Komentar