FAKULTAS MUJARABAT PATUT DIBANGUN DI ACEH: LINGKUNGAN HIDUP

SICUPAK.COM -- Keterangan pers Kepala Direktorat pengawasan Obat tradisional Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Jhoni Riahutapea di Kendari tentang sikap pemerintah terhadap obat tradisionl (obat herbal) cukup melegakan hati! (Serambi, Senin, 17 Maret 1997 halaman 5).

Menurut Hutapea, "untuk memanfaatkan obat tradisional tersebut, mulai awal Pelita VI pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sudah memprogramnya sebagai salah satu program prioritasnya untuk mengoptimalkan obat ini sebagai salah satu andalan dalam pelayanan kesehatan masyarakat.

Kebijakan pemerintah itu dimaksudkan untuk menggali dan memanfaatkan potensi alam yang dimiliki bangsa Indonesia, sebab pengobatan tradisional sudah dikenal dan digunakan masyarakat secara turun-temurun, katanya".

Alhamdulillah, kini gengsi obat tradisional mulai menanjak naik. Pemerintah Indonesia dan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) memberi dukungan penuh terhadap sistem pengobatan tradisional. Buktinya, di beberapa perguruan tinggi seperti  UI Jakarta, ITB, Unair Surabaya dan UGM Yogyakarta telah dibuka Pusat Penelitian Obat Tradisional (baca: Harian Kompas, 27 September 1993 hlm. 17).

Sikap positif pemerintah terhadap obat tradisional amatlah bijaksana. Sebelum terlambat, kiranya perlu diperbanyak himbauan kepada masyarakat agar melestarikan tanaman-tanaman obat yang berada di tempat mereka masing-masing. Begitu pula, patut diajak masyarakat di berbagai daerah untuk menyelamatkan naskah-naskah Kitab atau buku tentang pengobatan tradisional.

Di daerah Aceh, kitab obat tradisional bernama "Tajul Muluk" (Lidah orang Aceh mengucapkannya Tajon Mulok). Kitab ini ada yang ditulis tangan dalam bahasa Melayu berhuruf Arab Jawi. Terdapat pula yang sudah dicetak di Qahirah (Cairo – Mesir) pada tahun 1938. Kitab Tajul Muluk disusun oleh Haji Ismail Aceh pada tahun 1226 H atas anjuran Sultan Mansur Billah Syah bin Sultan Juhar Alamsyah.

Dalam rangka mempercepat proses penelitian secara medis atau ujian klinis terhadap obat-oabt tradisonal yang tersebar di seluruh daerah Aceh, alangkah baiknya jika di Aceh dibangun sebuah Fakultas Obat Tradisional atau "Fakultas Mujarabat" (Ingat…, sebuah rubrik dalam halaman NAHABA dari harian Serambi Indonesia bernama: "Mujarabat"). Fakultas ini secara khusus mengelola pola ilmiah pokok tentang pengobatan tradsisional.

Selanjutnya, fakultas ini tentu bisa melakukan rujukan ke "Universitass Mujarabat" di tingkat pusat, yang siapa tahu mungkin akan dibangun pula di Jakarta nanti. Jika fakultas obat herbal (tradisional) benar-benar terwujud di Aceh, maka bolehlah daerah ini berbahagia diri sebagai pelopor pendidikan modern obat tradisional!. Dan … bukankah karakter orang Aceh selalu berangan-angan bisa menjadi pelopor di berbagai bidang???.

Dto

T.A. Sakti

$ Rumoh Blang, Jum'at, 12 Beurapet 1417

21 Maret 1997

Poh : 11.39 Wib.

Komentar