Ketika Aceh Berpihak ke Turki🇹🇷: Awal Perang Besar Melawan Belanda

Peusaba: Bantuan Turki Dibutuhkan untuk Selamatkan Aceh - Hidayatullah.com 

Sicupak.com - Surat yang dibawa oleh az-Zahir disampaikan dalam pertemuan perwakilan Aceh dengan petinggi Turki Utsmani di Hijaz. Dalam pertemuan itu, Kesultanan Aceh memohon agar secara resmi dinyatakan sebagai negara vasal Turki Utsmani. Sebagai simbol dikabulkannya permohonan tersebut, Aceh meminta Turki Utsmani mengirim seorang perwira dan petugas polisi Syahane dari Saltanat-u Seniyye (nama resmi Turki Utsmani) dengan kapal.

Permohonan ini mendapat perhatian besar dari pejabat Turki Utsmani di Hijaz. Ia menyambut positif dan menyatakan siap membantu menjadi jembatan penghubung antara Kesultanan Aceh dan Turki Utsmani. Setelah pertemuan, Aceh mendapat kabar bahwa pesan sudah diterima pemerintah pusat. 

Pejabat Turki di Hijaz bahkan mengusulkan nama perwira yang dianggap mampu memikul tanggung jawab berangkat ke Aceh. Ia juga mengajukan pemberian gelar kehormatan bagi Sultan Aceh Mahmud Syah, Abdurrahman az-Zahir, dan beberapa bangsawan Aceh lainnya.

Namun semua itu masih sebatas usulan. Keputusan akhirnya tetap menunggu suara dari pemerintah pusat Turki Utsmani. Untuk mempercepat respon, utusan Aceh disarankan langsung menuju Istanbul dan menyampaikan keperluannya di hadapan Sultan.

Tak lama setelah perwakilan Aceh berangkat ke Turki Utsmani, Belanda menunjukkan tanda-tanda akan menyerang Aceh. Hal ini terlihat dari terparkirnya kapal perang Citadel van Antwerpen di perairan Aceh. 
    

Awal Pernyataan Perang

    
Surat pernyataan perang ditulis Belanda pada 26 Maret 1873 dan dikirim ke Sultan Aceh pada 1 April 1873. Isi surat itu menyatakan bahwa, atas nama pemerintah Hindia Belanda, mereka menyatakan perang kepada Sultan Aceh.

Surat ini menjadi awal pernyataan perang terbuka oleh Belanda. Surat dari Belanda dijawab dengan lugas dan lemah lembut oleh Sultan Mahmud Syah dalam surat balasannya: 

 "……Mengenai pemakluman yang dimaksud dalam surat kita itu, isinya tidak lain daripada mengemukakan bahwa dari pihak kita tidak ada tumbuh sedikitpun keinginan untuk merobohkan hubungan persahabatan yang telah lama diikat. Kita hanya seorang miskin dan muda, dan kita sebagai juga Gubernemen Hindia Belanda, berada di bawah perlindungan Tuhan yang Maha Kuasa."


Pada 5 April 1873, Belanda membalas surat Sultan Aceh dengan serangan militer ke Aceh di bawah komando J.H.R. Kohler. Serangan ini menjadi awal perang panjang antara Kesultanan Aceh dan Belanda.

Sebanyak 3.360 pasukan Belanda mendarat di Pantee Ceureumen, namun pejuang Aceh tak gentar dan melawan dengan senjata tradisional. Hasilnya mengejutkan: pasukan Belanda kalah telak, memberi energi baru bagi kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Keberhasilan ini tercatat sebagai momen pertama pasukan Belanda dipukul mundur oleh bangsa Indonesia.

Mendengar pecahnya perang, Abdurrahman az-Zahir dan Haji Abbas segera menuju Istanbul dan tiba 27 April 1873, bertepatan dengan mundurnya Belanda dari Aceh. Di Istanbul, az-Zahir menyerahkan surat Sultan Aceh kepada Perdana Menteri Turki Utsmani, Mahmud Rustu Pasha, dan Sultan Abdul Aziz. Surat tersebut menegaskan hubungan proteksi Aceh-Turki Utsmani sejak masa Sultan Salim dan status Aceh sebagai negara vasal di bawah perlindungan Daulah Aliyyah Utsmani.

Peristiwa ini menandai babak penting dalam sejarah Aceh dan Indonesia, menunjukkan keberanian rakyat Aceh serta diplomasi aktif ke dunia internasional.  (*)
    

Sumber: https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/74847/1/HUMAIRA%20AZZAHRA_SPs.pdf

Komentar